MAKALAH
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
OLEH:
NAMA :
INDRA ALAM MUZZAKIR
NIM :
D1A O14 137
FAKULAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2017
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala hikmat dan rahmat yang telah
dilimpahkan-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”kekerasan dalam rumah tangga”. Shalawat
dan salam penulis juga khaturkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW yang
telah berjuang mengenalkan agama islam, sehingga agama islam sampai sekarang
menjadi agama paling besar didunia, khususnya di Indonesia.
Tujuan
penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Hukum pidana di
luar KUHP di Fakultas Hukum Universitas Mataram. Selain itu penulis
mengharapkan agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah
ini menjadi lebih baik dan berdaya guna dimasa yang akan datang. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Mataram,
4 Januari 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
i
KATA PENGANTAR........................................................................................
ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................
1
A. Latar
Belakang....................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah...............................................................................
3
C. Tujuan
dan Manfaat Penulisan............................................................
3
BAB II
PEMBAHASAN...............................................................................
4
A. Pengertian
Kekerasan dalam Rumah Tangga.....................................
4
B. Bentuk-Bentuk
Kekerasan dalam Rumah Tangga.............................
4
C. Faktor-Faktor
Penyebab KDRT.........................................................
6
D. Analisis
dan Contoh Kasus KDRT....................................................
7
BAB III PENUTUP........................................................................................
9
A. Kesimpulan........................................................................................
9
B. Kritik
dan Saran ................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga
yang bahagia, aman, tentram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam
rumah tangga. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara RI
Tahun 1945. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya harus didasari oleh Agama. Hal ini perlu
terus ditumbuh kembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga.
Mewujudkan keutuhan dan kerukunan
tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga,
terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam
lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan untuk rumah tangga dapat
terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada
akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul
ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah
tangga tersebut. Kekerasan dalam rumah tangga biasa disebut sebagai KDRT yang telah memakan cukup banyak
korban dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini dapat terjadi dalam berbagai
bentuk dan disebabkan oleh berbagai faktor. Sebagai akibatnya tidak hanya
dialami oleh istri saja tetapi anak-anak jaga ikut mengalami penderitaan. Untuk
mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga,
Negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan
penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara RI Tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan,
terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan
kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.
Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade
terakhir. Fakta menunjukan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup besar
bagi wanita sebagai korban. World Health Organization (WHO) dalam World Report
pertamanya mengenai “Kekerasan dan Kesehatan” di tahun 2002, menemukan bahwa
antara 40 hingga 70 persen perempuan yang meninggal karena pembunuhan, umumnya
dilakukan oleh mantan atau pasangannya sendiri.Laporan Khusus dari PBB mengenai
Kekerasan Terhadap Perempuan telah mendefinisikan KDRT dalam bingkai jender
sebagai ”kekerasan yang dilakukan di dalam lingkup rumah tangga dengan target
utama terhadap perempuan dikarenakan peranannya dalam lingkup tersebut atau
kekerasan yang dimaksudkan untuk memberikan akibat langsung dan negatif pada
perempuan dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan dalam
rumah tangga seringkali menggunakan paksaan yang kasar untuk menciptakan
hubungan kekuasaan di dalam keluarga, di mana perempuan diajarkan dan
dikondisikan untuk menerima status yang rendah terhadap dirinya sendiri. KDRT
seakan menunjukkan bahwa perempuan lebih baik hidup di bawah belas kasih laki-laki. Hal ini juga
membuat laki-laki, dengan harga
diri yang tinggi, menghancurkan
perasaan perempuan dan martabatnya karena mereka merasa mampu untuk mengatasi
seorang perempuan yang dapat berpikir dan bertindak sebagai manusia yang bebas
dengan pemikiran dirinya sendiri. Sebagaimana pemerkosaan, pemukulan terhadap
istri menjadi hal umum dan menjadi suatu keadaan yang serba sulit bagi
perempuan di setiap bangsa, kasta, kelas, maupun wilayah.
Perkembangan dewasa ini menunjukkan
bahwa tindak kekerasan secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah
tangga pada kenyataannya terjadi sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang
memadai untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum sangat
diperlukan, khususnya tentang perempuan, sehubungan dengan banyaknya kasus
kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga. Pembaruan hukum tersebut
diperlukan karena undang-undang yang ada belum memadai dan tidak sesuai lagi
dengan perkembangan hukum masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan
tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga secara tersendiri, walaupun
secara umum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah diatur mengenai
penganiayaan dan kesusilaan serta penelantaran orang yang perlu diberikan
nafkah dan kehidupan.
Undang-Undang tentang Kekerasan
dalam Rumah Tangga ini terkait erat dengan beberapa peraturan
perundang-undangan lain yang sudah berlaku sebelumnya, antara lain:
1.
UU
No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2.
UU
No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
3.
UU
No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
4.
UU
No. 7 Tahun 1984 tentang 28 Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All
Forms of Discrimination Against Women).
5.
UU
No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
6.
UU
No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan makalah ini adapun
yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengertian kekerasan
dalam rumah tangga?
2. Apa sajakah bentuk-bentuk kekerasan
dalam rumah tangga?
3. Apa sajakah yang menjadi
faktor-faktor penyebab dari kekerasan dalam rumah tangga?
C. Tujuan dan manfaat penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah meningkatkan kesadaran mahasiswa khususnya dan semua masyarakat pada
umumnya tentang pengertian, bentuk-bentuk, faktor-faktor, dan contoh kasus
kekerasan dalam rumah tangga sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga.
Manfaat penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui tentang pengertian
kekerasan dalam rumah tangga.
2. Mengetahui bentuk-bentuk kekerasan
dalam rumah tangga.
3. Mengetahui faktor-faktor penyebab
dari kekerasan dalam rumah tangga.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Adapun pengertian KDRT
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), KDRT adalah
setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
2. Menurut
Yayasan Jurnal Perempuan (2002), KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) berarti
melakukan kontrol, kekerasan, dan pemaksaan yang meliputi tindakan seksual,
psikologis, dan ekonomi, dan dilakukan oleh seorang individu terhadap individu
yang lain di dalam hubungan rumah tangga/ hubungan yang intim (karib).
3. Menurut
Kementrian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, KDRT yaitu setiap
tindakan yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan-penderitaan pada
perempuan baik secara psikologis, fisik, dan seksual termasuk ancaman tindakan
tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik
yang terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.
4. Menurut
Hasyim (1991), KDRT (Domestik Violence) adalah suatu bentuk penganiayaan (abuse)
baik secara fisik maupun emosional, psikologis yang merupakan suatu
pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan rumah tangga, yang biasanya
mempunyai ciri antara lain: dilakukan di dalam rumah, di balik pintu tertutup
dengan kekerasan atau penyiksaan fisik maupun psikis oleh orang yang mempunyai
hubungan dekat dengan korban (suami).
B. Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Rumah
Tangga
Adapaun bentuk-bentuk KDRT dalam UU
Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, sebagai berikut:
1. Kekerasan Fisik (Pasal 6 UU PKDRT) adalah
perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Bentuk-bentuk
kekerasan fisik yang dialami perempuan/korban mencakup, antara lain: tamparan,
pemukulan, penjambakan, penginjak-injakan, penendangan, pencekikan, lemparan
benda keras, penyiksaan menggunakan benda tajam, seperti pisau, gunting,
setrika serta pembakaran.
2. Kekerasan Psikis (Pasal 7 UU PKDRT) adalah
perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang. Bentuk kekerasan secara psikologis
yang dialami perempuan mencakup makian, penghinaan yang berkelanjutan untuk
mengecilkan harga diri korban, bentakan dan ancaman yang dimaksudkan untuk
memunculkan rasa takut. Bahkan, menurut Pusat Komunikasi Kesehatan Berspektif
Gender, kekerasan psikis meliputi juga membatasi istri dalam melaksanakan
program keluarga berencana dan mempertahankan hak-hak reproduksinya sebagai
perempuan. Hak-hak reproduksi perempuan, misalnya, hak untuk mendapatkan
informasi dan pendidikan, hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan
kesehatan, hak untuk mendapatkan kebebasan berpikir, hak untuk memutuskan kapan
dan akankah mempunyai anak, hak untuk hidup, hak untuk bebas dari penganiayaan
dan perlakuan buruk, hak memilih bentuk keluarga, atau hak untuk membangun dan
merencanakan keluarga.
3. Kekerasan Seksual (Pasal 8 UU KDRT)
Kekerasaan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi:
a. Pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap
salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu.
Kekerasan seksual termasuk berbagai
perilaku yang tak diinginkan dan mempunyai makna seksual, atau sering disebut “pelecehan
seksual‟, maupun berbagai bentuk pemaksaan hubungan seks yang
disebut sebagai pemerkosaan. Kekerasan seksual, meliputi: pemaksaan hubungan
seksual dengan pola yang tidak dikehendaki atau disetujui oleh istri, pemaksaan
hubungan seksual ketika istri tidak menghendaki, istri sedang sakit atau
menstruasi.
4. Penelantaran Rumah Tangga (Pasal 9
UU PKDRT):
a. Setiap orang dilarang menelantarkan
orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,
perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
b. Penelantaran yang dimaksud
sebelumnya juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan
ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di
dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang
tersebut.
Kekerasan ekonomi, meliputi: tidak memberi nafkah pada
istri, menelantarkan, atau memanfaatkan ketergantungan istri secara ekonomis
untuk mengontrol kehidupan istri, membiarkan istri bekerja kemudian
penghasilannya dikuasai oleh suami.
C. Faktor-Faktor Penyebab KDRT
Strauss A.
Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan
keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital
violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas
kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas
sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan
mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi
dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan
bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap
suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan
kekerasan.
3. Beban
pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya
menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak
diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalahkan istri sehingga tejadi
kekerasan dalam rumah tangga.
4. Wanita sebagai
anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi
laki-laki menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan
mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak
untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap
anaknya agar menjadi tertib.
5. Orientasi
peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam
rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai
pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau
ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya
legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam
konteks harmoni keluarga.
D. Analisis dari
Contoh Kasus KDRT
1. Kronologis Kasus
Beberapa hari sebelum kejadian KDRT
terjadi, ibu asuti diberi magic com yang sudah rusak oleh majikannya. Ibu
astuti lalu berinisiatif memperbaiki magic-com tersebut karena merasa
memerlukannya. Namun biaya reparasi magic com nya kurang meski sebenarnya sudah
diberi uang oleh majikannya sebesar Rp. 20.000,-. Biaya perbaikan seluruhnya
Rp. 30.000.majikan ibu astuti pernah mengatakan bahwa jika uang untuk biaya
perbaikannya kurang maka ibu Astuti bisa meminta lagi kekurangannya kepada
pihak majikan. Namun karena malu, Ibu astuti kemudian meminta uang kepada
suaminya.
Pada tanggal 22 Oktober 2009, karena
suaminya tidak memiliki uang tambahan tersebut, suami langsung marah-marah dan
memukuli ibu astuti dengan alasan tidak bilang terlebih dahulu kepadanya kalau
hendak memperbaiki magic com tersebut.
Ibu Astuti, istri dari bapak Ahmat
Muthadil kemudian melaporkan ke posko bahwa dirinya telah dianiaya oleh
suaminya (dipukuli) hingga berakibat muka dan bibirnya memar semua. Karena
tidak terima atas perlakuan suaminya, ibu astuti melaporkan suaminya ke polsek
natar dan malam itu juga suaminya langsung dijemput dan ditahan oleh polsek
natar. Setelah 6 hari ditahan di polsek, Ibu astuti merasa tidak tega melihat suaminya
dipenjara, lalu ia mencabut perkaranya dengan syarat sang suami tidak
mengulangi perbuatannya kembali melakukan KDRT.
2. Analisa kasus :
Dari kronologis kasus diatas,
terlihat bahwa telah terjadi kekerasan dalam rumah tangga terhadap ibu astuti. bentuk
kekerasan yang diterima ibu astuti adalah kekerasan fisik yang mengakibatkan
muka dan bibirnya memar semua. Suami ibu Astuti dapat dijerat dengan UU No 23
Tahun 2004 tentang PKDRT dengan pasal 44 ayat (1) UU PKDRT dengan ancaman
hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 15 juta
rupiah atau Pasal 44 ayat (4) yang menyebutkan bahwa dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau
sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah). Respon positif ditunjukkan oleh Polsek Natar yang segera
menindaklanjuti laporan ibu Astuti dengan melakukan penangkapan terhadap
suaminya.
Kelemahan dari UU ini adalah tindak pidananya yaitu termasuk
dalam delik aduan sehingga apabila dicabut aduannya maka akan bebas orang yang
melakukan KDRT tersebut. Dilihat dari kasus, ibu astute tidak tega melihat
suaminya dipenjara sehingga mencabutnya meskipun dengan syarat bahwa suami
tidak melakukan hal yang serupa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari urain makalah ini dapat diambil
beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Pengertian KDRT Menurut Pasal 1 UU
Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), KDRT
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.
2. Adapaun bentuk-bentuk KDRT dalam UU
Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, sebagai berikut:
a. Kekerasan Fisik dalam pasal 6 UU
PKDRT
b. Kekerasan Psikis dalam pasal 7 UU
PKDRT
c. Kekerasan Seksual dalam pasal 8 UU
PKDRT
d. Penelantaran Rumah Tangga dalam
pasal 9 UU PKDRT
3.
Strauss A. Murray mengidentifikasi hal
dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:
a. Pembelaan atas
kekuasaan laki-laki
b. Diskriminasi
dan pembatasan di bidang ekonomi
c. Beban
pengasuhan anak
d. Wanita sebagai anak-anak
e. Orientasi
peradilan pidana pada laki-laki
B. Kritik dan Saran
Untuk menurunkan kasus-kasus
kekerasan dalam rumah tangga maka masyarakat perlu digalakkan pendidikan
mengenai HAM dan pemberdayaan perempuan, menyebarkan informasi dan
mempromosikan prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak
serta menolak kekerasan sebagai cara untuk memecahkan masalah, mengadakan
penyuluhan untuk mencegah kekerasan, mempromosikan kesetaraan jender,
mempromosikan sikap tidak menyalahkan korban melalui media.
DAFTAR PUSTAKA
Perlindungan Perempuan dari
pelecehan dan Kekerasan seksual. UGM. Yogyakarta, 6 November.
Abrar Ana Nadhya, Tamtari Wini (Ed)
(2001). Konstruksi Seksualitas Antara Hak dan Kekuasaan. Yogyakarta:
UGM.
Rahman, Anita. (2006). Pemberdayaan
PerempuanDikaitkan Dengan 12 Area of Concerns (Issue Beijing, 1995). Tidak
diterbitkan, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Hasbianto, Elli N. (1996). Kekerasan
Dalam Rumah Tangga. Potret Muram Kehidupan
Analisa kasus kekerasan dalam rumah
tangga (2) dalam kasus ibu astuti · causes.htm. diakses tanggal 4 januari 2017.
Tugas Kuliahan Contoh Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan
Analisis Psikologisnya.htm, diakses tanggal 3 januari 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar