BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Saat ini perkembangan teknologi dan
informasi di Indonesia sangat pesat. Teknologi Informasi dan Komunikasi, TIK
(Information and Communication Technologies) adalah payung besar terminology
yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan
informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi
komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan
proses.
Pemanfaatan dalam bidang teknologi
informasi, media dan komunikasi telah membuat perilaku seseorang menjadi lebih
baik untuk
berperilaku dalam sebuah masyarakat. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi telah menyebabkan hubungan dunia menjadi tidak terhalang dengan
batas dan norma yang ada sehingga dapat menimbulkan suatu perubahan dalam
seluruh bidang misalnya di
bidang sosial, ekonomi, dan budaya secara cepat dan luas.
Teknologi informasi saat ini menjadi
pedang bermata dua karena selain memberikan konstribusi bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi faktor
penting dalam perbuatan melawan hukum. Perubahan ini juga memberikan dampak
yang begitu besar terhadap transformasi nilai-nilai yang ada dimasyarakat.
Dampak yang ditimbulkan dari perkembangan teknologi bukan hanya dampak positif
namun ada dampak negatif, perkembangan teknologi yang dimanfaatkan untuk tindak
kejahatan yang biasa dikenal dengan cybercrime.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik?
2. Bagaimana Pasal-pasal tentang pencemaran nama
baik?
3. Apa Kasus pencemaran nama baik serta bagaimana
Analisa kasus tersebut?
C. Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa mengetahui apa yang
dimaksud dengan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik serta pasal-pasal
tentang pencemaran nama baik dan contoh kasus pencemaran nama baik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama
baik merupakan salah satu bentuk khusus dari perbuatan melawan hukum. Istilah
yang dipakai mengenai bentuk perbuatan melawan hukum ini ada yang mengatakan
pencemaran nama baik, namun ada pula yang mengatakan penghinaan. Sebenarnya
yang menjadi ukuran suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama
baik orang lain belum jelas karena banyak faktor yang harus dikaji. Dalam hal
pencemaran nama baik atau penghinaan ini yang hendak dilindungi adalah
kewajiban setiap orang untuk menghormati orang lain dari sudut kehormatannya dan nama baiknya di mata orang lain
meskipun orang tersebut telah melakukan perbuatan yang berat.
Biasanya ada beberapa
hal yang bisa menyebabkan terjadinya pencemaran nama baik, seperti : Secara lisan, secara tulisan, dan menuduh suatu hal di depan umum. Dampak dari pencemaran nama baik seseorang biasa akan mengalami kerugian materi dan
non materi di antaranya;
membekukan kebebasan berekspresi,
menghambat kinerja seseorang, merusak popularitas dan karier,
perihal pencitraan seseorang atau institusi.
Dalam pencemaran nama baik terdapat tiga catatan penting
didalamnya yaitu :
Kesatu,
delik dalam pencemaran nama baik merupakan delik yang bersifat subyektif yang
artinya penilaian terhadap pencemaran sangat bergantung pada pihak yang
diserang nama baiknya. Oleh karenanya, delik dalam pencemaran merupakan delik
aduan yang hanya bisa diproses oleh pihak yang berwenang jika ada pengaduan
dari korban pencemaran.
Kedua,
pencemaran nama baik merupakan delik penyebaran. Artinya, substansi yang berisi
pencemaran disebarluaskan kepada umum atau dilakukan di depan umum oleh pelaku.
Ketiga,
orang yang melakukan pencemaran nama baik dengan menuduh suatu hal yang
dianggap menyerang nama baik seseorang atau pihak lain harus diberi kesempatan
untuk membuktikan tuduhan itu.
Pencemaran
nama baik sangat erat kaitannya dangan suatu kata penghinaan dimana penghinaan
itu sendiri memiliki pengertian perbuatan menyerang nama baik dan kehormatan
seseorang.
Sasaran dalam pencemaran nama baik pun dapat digolongkan
menjadi :
1. Terhadap pribadi perorangan.
2. Terhadap kelompok atau golongan.
3. Terhadap suatu agama.
4. Terhadap orang yang sudah meninggal.
5. Terhadap para pejabat yang meliputi
pegawai negeri, kepala negara atau wakilnya dan pejabat
perwakilan asing.
B. Pasal-Pasal
tentang Pencemaran Nama Baik
Pasal
310 KUHP
(1) Barangsiapa
sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh
dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya
tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“
(2) Kalau
hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada
umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan
tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-
Berdasarkan
pasal 310 KUHP dan pasal 27 ayat (3) UU ITE, untuk dapat dikatagorikan sebagai
tindak pidana pencemaran nama baik, maka harus dibuktikan unsur-unsur sebagai
berikut :
1.
Adanya kesengajaan.
2.
Tanpa hak (tanpa izin).
3.
Bertujuan untuk menyerang nama baik atau kehormatan.
4.
Agar diketahui oleh umum.
Pasal
311 ayat (1)
KUHP
“Jika melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis,
dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar,
tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang
diketahui, maka dia diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.”
Pasal 315
KUHP:
“Tiap-tiap
penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran
tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau
tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau
dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena
penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak tiga ratus
rupiah.”
Pasal
27 ayat (3) UU ITE: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik”
Pasal
45 UU ITE : (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal
36 UU ITE : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal
34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain”
Misalnya,
seseorang yang menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan
dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12
milyar rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2)
Pasal
51 ayat (2) UU ITE : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah).
C.
Kasus Pencemaran Nama Baik
KASUS PRITA MULYASARI
Kasus
tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS
Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah,
kesulitan BAB, sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh dokter
rumah sakit, dr. Hengky Gosal, Sp.PD dan dr. Grace Herza Yarlen Nela, Prita
didiagnosis menderita Demam berdarah, atau Tifus. Setelah dirawat selama empat
hari disertai serangkaian pemeriksaan serta perawatan, gejala awal yang
dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis virus yang menyebabkan
pembengkakan pada leher. Selama masa perawatan Prita mengeluhkan minimnya
penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang
diberikan, di samping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga
akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan
kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena pengaduan serta
permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal
yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit.
Prita
mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak rumah
sakit ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain dengan
judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. Emailnya menyebar ke
beberapa milis dan forum online.
Surel tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa
harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak
serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan
pencemaran nama baik.
Pada
tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan perdata
pihak rumah sakit dengan menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang
merugikan pihak rumah sakit sehingga harus membayar kerugian material sebesar
Rp 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp100 juta
untuk kerugian immaterial. Pada tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan Negeri
Tangerang Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan karena
dikhawatirkan akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti. Pada
tanggal 3 Juni 2009 Prita dibebaskan dari LP Wanita Tangerang, dan status
tahanan diubah menjadi tahanan kota. Kemudian pada tanggal 11 Juni 2009
Pengadilan Negeri Tangerang mencabut status tahanan kota.
Melalui
persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 25 Juni 2009,
Majelis hakim menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita
Mulyasari tidak jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat
sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui
persidangan tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum.
Majelis
hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari tidak terbukti
secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International Alam
Sutera Serpong Tangerang Selatan, Selasa (29/12/2009). Keputusan itu dibacakan
majelis hakim yang diketuai Arthur Hangewa.
D.
Analisis
Kasus
UU ITE adalah Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat Indonesia
yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum di
dunia informasi teknologi dan elektronik.
UU ITE Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan Informasi Elektronik adalah satu
atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),
surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah
diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
UU ITE Bab 1 Pasal Ayat 2 menyebutkan Transaksi Elektronik adalah perbuatan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau
media elektronik lainnya.
Dari bunyi UU ITE BAB 1 Pasal 1 Ayat 1 dan 2 diatas, dapat dipahami apa
yang dilakukan Prita tersebut merupakan sebuah prilaku informasi dan transaksi
elektronik. Namun, apakah benar perbuatannya itu merupakan sebuah pelanggaran
hukum?
Berdasarkan sumber informasi yang menyebutkan bahwa Prita melanggar aturan
hukum dan dijerat dengan
pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(UU ITE).
Adapun bunyi pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) sbb. :
(1) Barang
siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan
sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam
karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal
itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau
ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak
merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan
demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Dan adapun Pasal
27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Kronologis
singkat kasus, Prita menulis surat elektronik tentang tanggapan serta keluhan
atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis, namun surel tersebut kemudian
menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan
atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan
gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama
baik. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi yang dilakukan Prita hanyalah
mengungkapkan kekecewaannya sebagai seorang konsumen yang tidak puas akan
pelayanan dari produsen, dimana hak konsumen untuk menyampaikan keluhan, dan
hak atas kenyamanan dalam pelayanan itu diakui UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Sesuai
dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau
jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan
Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan
Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), dimana surel yang dimuat Prita itu tidak
bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Kalimat dalam surel adalah
kritik yang dilakukan Prita demi kepentingan umum. Tujuannya agar masyarakat
terhindar dari praktek-praktek rumah sakit dan/atau dokter yang tidak
memberikan pelayanan medis yang baik terhadap orang sedang sakit yang
mengharapkan sembuh dari sakit. Dengan demikian Prita tidak terbukti melakukan
tindakan pidana dan/atau perdata yang dijerat dengan pasal-pasal tersebut.
Dalam
undang-undang dijelaskan bahwa hak konsumen untuk menyampaikan keluhannya
mengenai pelayanan publik, tapi dalam hal ini terjadi ketidak selarasan yang
menimbulkan kebingungan antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap
oleh banyak pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan
berekspresi, mengeluarkan pendapat dan menghambat kreativitas dalam
berinternet, padahal negara juga menjamin kebebasan untuk hak berpendapat di
Indonesia.
Oleh sebab
itu sebenarnya masih banyak yang harus direvisi oleh pemerintah untuk UU
ITE ini, karena belum semua menjelaskan apa yang di lakukan dengan apa
yang disertakan hukumannya. Sehingga lebih spesifik, jelas dan tidak menimbulkan
hal yang sama terulang kembali.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
UU ITE merupakan Undang-Undang yang
berlaku untuk semua masyarakat Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu
pemerintahan ataupun masyarakat umum di dunia informasi teknologi dan elektronik.
Berdasarkan suatu sumber informasi ada yang mengatakan UU ITE ini dilanggar
oleh Prita, namun tidak ada bukti pendukung yang meyakinkan kebenaran itu dan
Prita pun bebas dari tuduhan tersebut. Namun setelah bergulirnya kasus ini
ditemukan ketidak selarasan yang menimbulkan kebingungan antara UU ITE
dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap oleh banyak pihak bahwa undang-undang
tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan
menghambat kreativitas dalam berinternet, padahal negara juga menjamin
kebebasan untuk hak berpendapat di Indonesia. Sehingga masih banyak yang harus
direvisi oleh pemerintah untuk UU ITE ini, karena belum semua menjelaskan
apa yang di lakukan dengan apa yang disertakan hukumannya. Sehingga lebih spesifik,
jelas dan tidak menimbulkan hal yang sama terulang kembali.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat bagi para
mahasiswa khususnya Fakultas Hukum Universitas Mataram dan umumnya bagi semua
masyarakat. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar penulis dapat
menyempurnakan makalah ini kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
MAKALAH
UU ITE.htmml
2.
Kronologi
Kasus Prita Mulyasari - KOMPASIANA.com.html
3.
Pencemaran
Nama Baik dengan UU ITE _ etheen.html
4.
Kasus
Prita Mulyasari _ Etika Profesi.html
5.
Pencemaran
Nama Baik MAKALAH KELOMPOK 6.html
6.
http://budi.insan.co.id
7.
http://www.gatra.com/2004-10-13/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar