Minggu, 08 Januari 2017

analisis kasus pencemaran nama baik



BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Saat ini perkembangan teknologi dan informasi di Indonesia sangat pesat. Teknologi Informasi dan Komunikasi, TIK (Information and Communication Technologies) adalah payung besar terminology yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses.
Pemanfaatan dalam bidang teknologi informasi, media dan komunikasi telah membuat perilaku seseorang menjadi lebih baik untuk berperilaku dalam sebuah masyarakat. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan hubungan dunia menjadi tidak terhalang dengan batas dan norma yang ada sehingga dapat menimbulkan suatu perubahan dalam seluruh bidang misalnya di bidang sosial, ekonomi, dan budaya secara cepat dan luas.
Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan konstribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi faktor penting dalam perbuatan melawan hukum. Perubahan ini juga memberikan dampak yang begitu besar terhadap transformasi nilai-nilai yang ada dimasyarakat. Dampak yang ditimbulkan dari perkembangan teknologi bukan hanya dampak positif namun ada dampak negatif, perkembangan teknologi yang dimanfaatkan untuk tindak kejahatan yang biasa dikenal dengan cybercrime.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian penghinaan dan/atau pencemaran nama baik?
2.      Bagaimana Pasal-pasal tentang pencemaran nama baik?
3.      Apa Kasus pencemaran nama baik serta bagaimana Analisa kasus tersebut?



C.       Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik serta pasal-pasal tentang pencemaran nama baik dan contoh kasus pencemaran nama baik.



























BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Pencemaran Nama Baik
                        Pencemaran nama baik merupakan salah satu bentuk khusus dari perbuatan melawan hukum. Istilah yang dipakai mengenai bentuk perbuatan melawan hukum ini ada yang mengatakan pencemaran nama baik, namun ada pula yang mengatakan penghinaan. Sebenarnya yang menjadi ukuran suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik orang lain belum jelas karena banyak faktor yang harus dikaji. Dalam hal pencemaran nama baik atau penghinaan ini yang hendak dilindungi adalah kewajiban setiap orang untuk menghormati orang lain dari sudut kehormatannya dan nama baiknya di mata orang lain meskipun orang tersebut telah melakukan perbuatan yang berat.
                        Biasanya ada beberapa hal yang bisa menyebabkan terjadinya pencemaran nama baik, seperti : Secara lisan, secara tulisan, dan menuduh suatu hal di depan umum. Dampak dari pencemaran nama baik seseorang biasa akan mengalami kerugian materi dan non materi di antaranya; membekukan kebebasan berekspresi,  menghambat kinerja seseorang, merusak popularitas dan karier, perihal pencitraan seseorang atau institusi.
Dalam pencemaran nama baik terdapat tiga catatan penting didalamnya yaitu :
Kesatu, delik dalam pencemaran nama baik merupakan delik yang bersifat subyektif yang artinya penilaian terhadap pencemaran sangat bergantung pada pihak yang diserang nama baiknya. Oleh karenanya, delik dalam pencemaran merupakan delik aduan yang hanya bisa diproses oleh pihak yang berwenang jika ada pengaduan dari korban pencemaran.
Kedua, pencemaran nama baik merupakan delik penyebaran. Artinya, substansi yang berisi pencemaran disebarluaskan kepada umum atau dilakukan di depan umum oleh pelaku.
Ketiga, orang yang melakukan pencemaran nama baik dengan menuduh suatu hal yang dianggap menyerang nama baik seseorang atau pihak lain harus diberi kesempatan untuk membuktikan tuduhan itu.
Pencemaran nama baik sangat erat kaitannya dangan suatu kata penghinaan dimana penghinaan itu sendiri memiliki pengertian perbuatan menyerang nama baik dan kehormatan seseorang.
Sasaran dalam pencemaran nama baik pun dapat digolongkan menjadi :
1.      Terhadap pribadi perorangan.
2.      Terhadap kelompok atau golongan.
3.      Terhadap suatu agama.
4.      Terhadap orang yang sudah meninggal.
5.      Terhadap para pejabat yang meliputi pegawai negeri, kepala negara atau  wakilnya dan  pejabat perwakilan asing.

B.       Pasal-Pasal tentang Pencemaran Nama Baik
            Pasal 310 KUHP
(1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“
(2) Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-
Berdasarkan pasal 310 KUHP dan pasal 27 ayat (3) UU ITE, untuk dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana pencemaran nama baik, maka harus dibuktikan unsur-unsur sebagai berikut :
1.      Adanya kesengajaan.
2.      Tanpa hak (tanpa izin).
3.      Bertujuan untuk menyerang nama baik atau kehormatan.
4.      Agar diketahui oleh umum.
Pasal 311 ayat (1) KUHP
Jika melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis, dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Pasal 315 KUHP:
“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah.”
Pasal 27 ayat (3) UU ITE: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”
Pasal 45 UU ITE : (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 36 UU ITE : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain”
Misalnya, seseorang yang menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2)
Pasal 51 ayat (2) UU ITE : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
C.       Kasus Pencemaran Nama Baik
            KASUS PRITA MULYASARI
Kasus tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah, kesulitan BAB, sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh dokter rumah sakit, dr. Hengky Gosal, Sp.PD dan dr. Grace Herza Yarlen Nela, Prita didiagnosis menderita Demam berdarah, atau Tifus. Setelah dirawat selama empat hari disertai serangkaian pemeriksaan serta perawatan, gejala awal yang dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis virus yang menyebabkan pembengkakan pada leher. Selama masa perawatan Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, di samping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena pengaduan serta permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit.
Prita mengirimkan email yang berisi keluhan atas pelayanan diberikan pihak rumah sakit ke customer_care@banksinarmas.com dan ke kerabatnya yang lain dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. Emailnya menyebar ke beberapa milis dan forum online. Surel tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Pada tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan perdata pihak rumah sakit dengan menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang merugikan pihak rumah sakit sehingga harus membayar kerugian material sebesar Rp 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp100 juta untuk kerugian immaterial. Pada tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan Negeri Tangerang Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan karena dikhawatirkan akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti. Pada tanggal 3 Juni 2009 Prita dibebaskan dari LP Wanita Tangerang, dan status tahanan diubah menjadi tahanan kota. Kemudian pada tanggal 11 Juni 2009 Pengadilan Negeri Tangerang mencabut status tahanan kota.
Melalui persidangan yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 25 Juni 2009, Majelis hakim menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita Mulyasari tidak jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui persidangan tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari tidak terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International Alam Sutera Serpong Tangerang Selatan, Selasa (29/12/2009). Keputusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Arthur Hangewa.

D.       Analisis Kasus
UU ITE adalah Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum di dunia informasi teknologi dan elektronik.
UU ITE Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
UU ITE Bab 1 Pasal Ayat 2 menyebutkan Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Dari bunyi UU ITE BAB 1 Pasal 1 Ayat 1 dan 2 diatas, dapat dipahami apa yang dilakukan Prita tersebut merupakan sebuah prilaku informasi dan transaksi elektronik. Namun, apakah benar perbuatannya itu merupakan sebuah pelanggaran hukum?
Berdasarkan sumber informasi yang menyebutkan bahwa Prita melanggar aturan hukum dan dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Adapun bunyi pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sbb. :
(1) Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Dan adapun Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Kronologis singkat kasus, Prita menulis surat elektronik tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis, namun surel tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi yang dilakukan Prita hanyalah mengungkapkan kekecewaannya sebagai seorang konsumen yang tidak puas akan pelayanan dari produsen, dimana hak konsumen untuk menyampaikan keluhan, dan hak atas kenyamanan dalam pelayanan itu diakui UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
1.      Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.      Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.      Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.      Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.      Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.      Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.      Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dimana surel yang dimuat Prita itu tidak bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Kalimat dalam surel adalah kritik yang dilakukan Prita demi kepentingan umum. Tujuannya agar masyarakat terhindar dari praktek-praktek rumah sakit dan/atau dokter yang tidak memberikan pelayanan medis yang baik terhadap orang sedang sakit yang mengharapkan sembuh dari sakit. Dengan demikian Prita tidak terbukti melakukan tindakan pidana dan/atau perdata yang dijerat dengan pasal-pasal tersebut.
Dalam undang-undang dijelaskan bahwa hak konsumen untuk menyampaikan keluhannya mengenai pelayanan publik, tapi dalam hal ini terjadi ketidak selarasan yang menimbulkan kebingungan antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap oleh banyak pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan menghambat kreativitas dalam berinternet, padahal negara juga menjamin kebebasan untuk hak berpendapat di Indonesia.
Oleh sebab itu sebenarnya masih banyak yang harus direvisi oleh pemerintah untuk UU ITE ini, karena belum semua menjelaskan apa yang di lakukan dengan apa yang disertakan hukumannya. Sehingga lebih spesifik, jelas dan tidak menimbulkan hal yang sama terulang kembali.










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
UU ITE merupakan Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum di dunia informasi teknologi dan elektronik. Berdasarkan suatu sumber informasi ada yang mengatakan UU ITE ini dilanggar oleh Prita, namun tidak ada bukti pendukung yang meyakinkan kebenaran itu dan Prita pun bebas dari tuduhan tersebut. Namun setelah bergulirnya kasus ini ditemukan ketidak selarasan yang menimbulkan kebingungan antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap oleh banyak pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat dan menghambat kreativitas dalam berinternet, padahal negara juga menjamin kebebasan untuk hak berpendapat di Indonesia. Sehingga masih banyak yang harus direvisi oleh pemerintah untuk UU ITE ini, karena belum semua menjelaskan apa yang di lakukan dengan apa yang disertakan hukumannya. Sehingga lebih spesifik, jelas dan tidak menimbulkan hal yang sama terulang kembali.
B.     Saran
Semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya Fakultas Hukum Universitas Mataram dan umumnya bagi semua masyarakat. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar penulis dapat menyempurnakan makalah ini kedepannya.




DAFTAR PUSTAKA
1.      MAKALAH UU ITE.htmml
2.      Kronologi Kasus Prita Mulyasari - KOMPASIANA.com.html
3.      Pencemaran Nama Baik dengan UU ITE _ etheen.html
4.      Kasus Prita Mulyasari _ Etika Profesi.html
5.      Pencemaran Nama Baik  MAKALAH KELOMPOK 6.html
6.      http://budi.insan.co.id
7.      http://www.gatra.com/2004-10-13/





           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar