CODE ETIK GADAI TANAH
NAMA : INDRA ALAM MUZZAKIR
NIM : D1A 014 137
MATA
KULIAH : EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2016
CODE
ETIK DALAM GADAI TANAH
A. Pengertian
Gadai
Makna gadai secara etimologi /
bahasa adalah “tertahan” sebagai mana dalam satu ayat al-Qur’an:
“Tiap-tiap jiwa tertahan (untuk
mempertanggungjawabkan) atas apa yang telah diperbuatnya (QS. Al-Muddatstsir :
38)
Atau bermakna “diam tidak bergerak”,
sebagaimana dikatakan para ahli fiqh: “Haram bagai seseorang kencing di air
yang rahin, yaitu air yang tidak bergerak”
Makna gadai menurut istilah ahli
fiqh adalah “barang yang dijadikan sebagai jaminan hutang apabila tidak dapat
melunasinya”.
Hakikat
transaksi gadai adalah utang piutang. Hanya saja, orang yang berutang (debitor)
menyerahkan agunan sebagai jaminan kepercayaan. Sehingga sertifikat yang
diserahkan, sama sekali tidak menunjukkan perpindahan kepemilikan sementara
selama utang belum dilunasi. Artinya, sawah itu masih tetap milik petani 100%,
meskipun sertifikat tanahnya ada di tangan kreditor.
Allah
berfirman: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah
tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang agunan yang dipegang (oleh yang berpiutang)…” (QS.
Al-Baqarah: 283)
Bertransaksi
tidak secara tunai menunjukkan masih menyisakan utang. Untuk jaminan
kepercayaan, Allah syariatkan adanya barang agunan dari yang berutang,
diserahkan kepada yang berpiutang (kreditur).
Dalam pasal 1150 KUH Perdata
disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang
bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya
untuk menjamin suatu utang.
Sifat-Sifat Gadai:
1.
Gadai
adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
2.
Gadai
bersifat accesoir, yang dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitor itu
lalai membayar utangnya kembali.
3.
Adanya
sifat kebendaan.
4.
Syarat
inbezitztelling, artinya benda gadai harus keluar dari kekuasaan pemberi gadai.
5.
Hak
untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
6.
Hak
preferensi (Hak untuk didahulukan).
7.
Hak
gadai tidak dapat dibagi-bagi ( tidak akan menjadi hapus dengan dibayarnya
sebagian dari utang)
B. Subyek
dan Obyek dalam Gadai Tanah
1. Subyek
Yang
menjadi subyek adalah:
a. Penerima
gadai (Murtahin), karena hakikat gadai adalah hutang piutang maka biasanya
disebut Debitur.
b. Pemberi
gadai (Rahin) dan menjadi pemegang tanah gadai tersebut, biasanya disebut
Kreditur.
2. Obyek
Obyek
dalam gadai tanah adalah Tanah yang digadaikan oleh pemberi gadai kepada penerima
gadai.
Didalam
perjanjian gadai objek-objek gadai menurut hukum perdata tersebut selalu
mengikuti dari perjanjian gadai. Objek tersebut memiliki kekuatan hukum sesuai
dengan hak kebendaan yang selalu mengikat dalam suatu perjanjian gadai. Hak
kebendaan tersebut di dalam hukum perdata mengandung ciri-ciri sebagai berikut
:
a. Benda yang
dijadikan sebagai benda jaminan senantiasa dibebani hak tanggungan. Hal ini
dapat kita lihat dengan jelas sebagaimana diatur dalam pasal 1150 KUH Perdata.
b. Si berpiutang yang
memegang gadai menuntut haknya untuk menerima pelunasan pembayaran hutang
dengan satu pembuktian pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 1151 KUH Perdata
yang berbunyi sebagai berikut "Persetujuan gadai dibuktikan dengan
segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian persetujuan pokok".
c. Objeknya adalah
benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud.
d. Hak gadai
merupakan hak yang dilakukan atas pembayaran dari pada orang-orang berpiutang
lainnya.
e. Benda yang
dijadikan objek gadai merupakan benda yang tidak dalam sengketa dan bermasalah.
f. Benda gadai
harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada pemegang gadai
g. Semua barang
bergerak dapat diterima sebagai jaminan sesuai dengan kriteria-kriteria pihak
Perum Pegadaian.
C. Hak
dan Kewajiban Pemberi Gadai dan Penerima Gadai dalam Gadai Tanah
1.
Hak dan
Kewajiban pihak Penerima Gadai (Murtahin)
a. Hak Murtahin
( Penerima Gadai ) :
1) Pemegang gadai
berhak menjual tanah apabila pemberi gadai tidak dapat
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Hasil penjualan barang gadai (marhun) dapat digunakan untuk melunasi pinjaman
dan sisanya dikembalikan kepada pemberi gadai.
2) Pemegang gadai
berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga
keselamatan tanah.
3) Selama pinjaman
belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan tanah yang diserahkan oleh pemberi gadai.
b. Adapun
kewajiban penerima gadai (murtahin) adalah :
1) Penerima gadai
bertanggung jawab atas
tanah, apabila tanah itu rusak dan sebagainya disebabkan oleh
kelalaiannya.
2) Penerima gadai
tidak boleh menggunakan tanah untuk
kepentingan sendiri.
3) Penerima gadai
wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan terhadap tanah yang digadaikan oleh
pemberi gadai.
2.
Hak dan
Kewajiban Rahin (Pemberi Gadai)
a. Hak pemberi
gadai adalah:
1) Pemberi gadai
berhak mendapatkan kembali tanah, setelah ia
melunasi pinjaman.
2) Pemberi gadai
berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan tanah, apabila hal itu disebabkan kelalaian
penerima gadai.
3) Pembari gadai
berhak menerima sisa hasil tanah setelah dikurangi
biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.
4) Pemberi gadai
berhak meminta kembali tanah, apabila
penerima gadai diketahui menyalahgunakan tanah tersebut.
b. Kewajiban
pembari gadai:
1) Pemberi gadai
wajib melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam tenggang waktu yang
ditentukan, termasuk biaya-biaya yang ditentukan oleh penerima gadai.
2) Pemberi gadai
wajib merelakan penjualan atas tanah miliknya,
apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat
melunasi pinjamannya.
D. Berakhirnya
Gadai Tanah
Berakhirnya
gadai tanah apabila:
1. Sudah
dilunasi
2. Karena musnahnya tanah
3. Karena pelaksanaan eksekusi
4. Karena pemegang gadai telah
melepaskan hak gadai secara sukarela
5. Karena pemegang gadai telah kehilangan
kekuasaan atas tanah
6. Karena penyalahgunaan terhadap tanah
oleh penerima gadai
E. Sanksi dalam Gadai Tanah
Pasal 1200-1206 KUH Perdata
berhubungan dengan hak-hak dan kewajiban dari pemegang gadai yang dapat dibela
dalam hak dan kewajiban yang ada selama adanya hak gadai dan hak beserta kewajiban
yang berhubungan dengan pengambilan pelunasan yang dapat dilakukan oleh
pemegang gadai atas benda yang digadaikan (tanah) dalam wanprestasi dari
pemberi gadai. Hak gadai antara lain bahwa kreditur atau pemegang gadai
memiliki wewenang untuk melakukan penjualan atas kuasa sendiri benda yang
digadaikan. Apabila debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya.
Pada umumnya kreditur dapat menguatkan benda yang digadaikan tersebut untuk
mengambil pelunasan uang pokok, bunga dan biaya-biaya tanpa diharuskan untuk
melaporkan debitur ke pengadilan. Dalam hal ini, ia terikat pada ketentuan
untuk memperhatikan beberapa aturan yang dicantumkan dalam pasal 1201 KUH
Perdata.
Dari hal tersebut perlu kita ketahui
bahwa bagaimanapun juga tidak boleh terjadi dalam hal debitur melakukan
wanprestasi. Dari pihak pemberi gadai dapatlah si pemegang gadai, berdasarkan
pasal 1201 dan dengan mengindahkan formalitas-formalitas yang harus ada dalam
pasal-pasal tersebut menyuruh agar tanah tersebut dijual. Disamping itu pasal
1201 KUH Perdata memberikan kepadanya hak untuk berhubungan dengan hakim dan
untuk menuntut agar hakim menemukan suatu cara tertentu bagi penjualan tanah
yang digadaikan tersebut. Agar hakim menyetujui benda-benda yang digadaikan
diterima oleh si pemegang gadai sebagai pembayar untuk sejumlah uang tertentu,
jumlahnya akan ditetapkan oleh hakim.
Jika para pihak pada saat mengadakan
perjanjian gadai sudah menghendaki untuk mengadakan peraturan tentang cara
memperjuangkan benda yang digadaikan dalam hal demikianlah Hoge Raad (1 April
1927), tidak dibenarkan pemberian wewenang untuk pengambilan pelunasan dengan
penjualan dibawah tangan, tetapi tidak dibolehkan ialah menentukan bahwa si
pemegang gadai hanya atau dapat menempuh cara bertindak sebagaimana ditentukan
dalam pasa 1203 KUH Perdata. Sesudah perjanjian benda yang digadaikan, penerima
gadai wajib untuk mempertanggungjawabkan hasil (pengurangan) kepada pemberi
gadai. Dalam hal kepailitan pemegang gadai Hoge Raad mengemukakan bahwa suatu
penetapan pasal 1202 KUH Perdata belum membuktikan adanya hak gadai, sebab
piutang yang bersangkutan tidak ditujukan pada sebuah penetapan pengadilan
mengenai adanya hak gadai (Ares. H. R. 25 Januari 1934).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar